05 Oktober 2009

        Sang ‘Mata-Dewa’ sedang mengedipkan ‘Mata’nya pada Kota New York. Pantulan sinarnya menembus keberbagai pelosok daerah Kota New York. Lalu lalang orang-orang memenuhi jalan kota New York, bunyi-bunyi klakson dari mobil-mobil sekitar jalan membuat Kota New York benar-benar penuh dengan kesibukannya sendiri.           

        Suara kicau burung menghiasi pagi hari. Pagi yang cerah diselingi dengan kicauan burung, ini menandakan awal hari yang baik.

        Vanessa Jean Abraham meregangkan tubuhnya, menarik tangannya tinggi-tinggi lalu mengerakkan badannya yang kaku. Kekanan dan kekiri. Mengibaskan rambutnya yang agak cokelat kemerah-merahan. Kemudian Ia berjalan, membuka jendela kamarnya yang tepat berada didepannya, menghirup udara pagi yang segar itu. Setelah itu Ia kembali lagi ke tempat tidurnya dan menarik selimutnya, “tidur lagi ah” pikirnya sejenak. Sesaat Ia dapat kembali kedalam Dunia Mimpinya, yang bermimpi Ia sedang berada ditengah Taman dengan penuh bunga yang bertebaran-- ,hingga Ia kembali dalam kesadarannya lagi. Dan berusaha menyadarkan setengah dari kesadarannya yang masih tertinggal.

        “jam 08.30!!!” teriak Nessa, dilihatnya jam kecil merah bergambar Mickey Mouse yang sedang tersenyum di samping tempat tidurnya. Dengan cekat ia meninggalkan tempat tidur namun hal tubuhnya terhunyung dan membuatnya terjatuh dari tempat tidur, tubuhnya belum sepenuhnya dalam kesadaran utuh. Namun sepertinya Nessa tidak terlalu memperdulikannya, Ia pun segera bergegas bangkit kembali.

        “seharusnya kau membangunkanku lebih cepat! Sandra!” bentaknya sambil meraih barang-barang yang diperlukan. Tidak peduli orang yang dimaksud akan mendengar atau tidak.

        “bukankah dari tadi sudah ku bangunkan. Kau saja yang pemalas!”

        Oh sudahlah, ia tahu hanya akan banyak membuang waktu karena mengomeli hal yang sudah terjadi. 

        “hey mau kemana kau? Jangan pergi begitu saja tanpa mencicipi makanmu. Tidakkah kau tau aku sudah menyiapkannya susah payah?!” kata Sandra menahan langkah Nessa yang sudah rapih menuju pintu depan.

        Langkah Nessa terhenti, Ia pun membalikkan badannya “tapi sudah jam segini??” sahutnya memohon.

        “tidak! Telat ya telat, makan ya makan.”

        Nessa mengangkat bahu, “ck! baiklah” desah Nessa membalikan badannya menuju meja makan. Ia melihat makanan yang sudah tersedia rapih, memang sungguh lezat makanan yang telah disiapkan namun dalam kondisi seperti ini untuk menelan saja sudah tidak nafsu. Nessa akhirnya memilih makanan yang paling mudah untuk segera ditelan agar ia dapat dengan cepat untuk pergi.

        Roti selai mungkin yang paling cepat, ia meraih roti tawar dan mengolesnya dengan selai kacang. Sambil menguyah cepat, Nessa menoleh kesana kemari. Seperti ada yang hilang, tidak, mungkin seseorang itu kok tidak kelihatan. “Angga mana? Kok nggak keliatan?” ucap Nessa akhirnya.

        “dia udah berangkat duluan.” sahut Sandra singkat.

        Nessa mendegus kesal sambil mempercepat kunyahnya, “hmm, dasar penghianat. Adik macam apa itu? Nggak setia! Dimana ikatan persaudaraan kita selama ini.” ujarnya.

         Angga memang bukanlah adik ‘kandung’ Nessa yang sesungguhnya. Tapi keakraban Nessa dan Angga membuat Nessa selalu menganggapnya seperti adik ‘kandung’. Aditya Arangga Abraham adalah adik tiri Nessa, merupakan hasil dari pernikahan James dengan Sandra.

        Setelah kematian Sarah -ibu kandung Nessa- karena kecelakaan lalu lintas yang saat itu Nessa berumur dua tahun, James merasa tidak sanggup, hancur, lemah karena ketidakberdayaannya untuk menjaga istri tercinta agar tetap hidup. Tetapi ia tidak boleh membiarkan kehancuran dirinya terlihat oleh putrinya, ia harus tegar. Tepat disaat itulah Valentina Sandra datang menghiburnya, memberinya kebahagiaan membuatnya lupa akan keterpurukkannya. Sampai akhirnya ia memutuskan untuk menikahi perempuan yang memberinya cahaya.

        Mendengar hal itu Nessa sangat menolak, menurutnya ayahnya melupakan segalanya tentang ibunya. Tapi semua itu salah. Hal ini dilakukan James agar Nessa bisa merasakan arti kasih sayang dari seorang ibu.

        Setelah James mencoba mengatakan berbagai hal pada Nessa, akhirnya Nessa menyerah. Walau pada akhirnya Nessa mampu menerima kehadiran Sandra tapi tetap ia tidak memanggilnya dengan sebutan “mamah”. Untunglah, Sandra tidak mempermasalahkan hal itu.

        Nessa melirik jam tangan pemberian ayahnya, jam antik buatan tangan dari teman dekatnya di Paris. Jam kulit berwana cokelat yang pinggir frame keemasan dengan angka berantakan, tidak tersusun rapih seperti jam kebanyakan. Didalam jam tersebut bertuliskan, i̱líanthos mou”. Tulisan kecil bergurat perak diatas tepat angka enam. “wah gawat udah jam segini. Aku pergi dulu ya San” ucap Nessa cepat meninggalkan meja makan.

        Sandra menggelengkan kepala, ketika Nessa sudah melangkah jauh ia jadi teringat ada hal yang harus dikatakan “Oh ya,hari ini kamu cepet pulang ya. Mamah akan menyiapakan makanan enak. Kan nanti papah pulang dinas… Nessa kamu dengar? Ingat! Jangan sampai lupa! Ingat!!” serunya. Berharap semoga Nessa dapat mendengarnya.

                                                                            *****

        Nessa tidak dapat bergerak lagi bahkan gagang pintu yang sudah ada didepan matanya tak segera Ia raih. Jantungnya kini berdegup sangat kecang, mungkin bisa terdengar keras. Ia munculkan segenap keberanian dalam hatinya, menarik napas dalam-dalam. Nessa mulai membungkukan badan, Ia raih gagang pintu dan mulai langkah-langkah kecil untuk mulai memasuki ruangan itu, lalu-- “ yes! Lucky!!!”, kemenangan ada dipihak Nessa. Mrs. Kate belum datang!

         “Nessa, untunglah. Darimana saja kau ini? aku sudah menunggumu” sambut Rena ketika melihat temannya muncul dari balik pintu.

           Nessa mengangkat alis tinggi-tinggi, “memangnya ada apa?” ujarnya.

         “tidak ada, hanya ingin memastikan kau masuk. Karena kau tau, aku takkan bisa mengerjakannya tanpa bantuanmu” 

            Nessa berjalan menuju mejanya, Rena mengikuti dibelakang. Ia menaruh tasnya diatas meja lalu menjatuhkan diri dikursi untuk berpikir jernih apa yang dimaksud temannya. Tapi hasilnya kosong, ia akhirnya memilih untuk bertanya langsung saja. “baiklah, apa maksudmu dengan ‘takkan bisa mengerjakannya tanpa bantuanku’? memangnya ada apa?”

            “oh tidak. Jangan bilang kau lupa hari ini hari apa?” tanya Rena.

            Nessa mengerutkan keningnya, ia mulai berpikir dalam-dalam. Memangnya ada apa dengan hari ini? sepertinya hari ini sama seperti biasanya.

            “hari ini kita ada ujian tertulis Biology Nes!” seru Rena tidak sabar menunggu jawaban temannya yang tidak kunjung juga menjawab.

            Ujian Biology? Apa!?

                                                                                *****

“KRIINGGG”

            Bunyi tanda bel pulang sudah berbunyi. Nessa yang sudah mengetuk-ngetuk pulpennya ke buku berulang-ulang dari tadi sambil menggerakkan kakinya yang gelisah dengan bibir yang digigit kuat-kuat. Setelah mendengar bel berbunyi, ia lansung menyambar buku yang berada didepannya, ditutup buku itu dan memasukkannya kedalam tas.

            “semangat banget Ness?” ucap Rena sambil menatap teman sebelahnya dengan heran.

           “ya, tentu saja!” sahut Nessa semangat. “hari ini Papah pulang!” lanjut Nessa tambah mengebu-gebu.

            “baiklah pelajaran sampai hari ini ya. Minggu depan ada ujian praktek, persiapkan diri kalian!” jelas Pak Dean sebelum meninggalkan kelas.

            “oh, Tuhan! Tidak bisakah satu hari tanpa ujian?” Renna yang melemparkan pensil mekaniknya. Ia merapihkan buku-bukunya kemudian ia menoleh ke arah Nessa dengan melambungkan seulas senyum manisnya,“Nes, mau temenin aku ke toko buku dulu nggak?”

            “ah sorry ya Na, sebenernya aku harus pulang cepet. Maaf ya”

            Renna tidak menyerah sampai disitu saja, ia memohon dengan memampangkan wajah dengan seimut-imutnya dan berkata, “bentar aja kok. Cuman nyari buku langsung balik. Ya? Ya?”

            Nessa terdiam, menatapi wajah Renna kemudian ia menghela napas, “yaudah deh, tapi cepet ya?”

            “yup” Renna mengangguk tegas.

                                                                                *****

           Nessa hanya melihat-lihat buku. Dipandanginya satu-satu buku yang bertengger di toko tersebut. Dari buku memasak sampai buku anak-anak ia perhatikan. Nessa sudah memutar dua kali toko buku sampai bertemu lagi dengan Renna, dia masih tetap membaca. Ia kelilingi kembali toko buku itu, dan untuk keempat kalinya, Renna masih tetap membaca!

           “klo gini keadaannya keburu diomelin sampe rumah.” dengus Nessa yang melihat Renna masih membaca. Ia menghampiri temannya yang masih terus membaca. “Na, emang kamu bilang nggak kemana-mana lagi. Tapi kita disini udah 2 jam Na”

            “oh, Sorry. Sorry. Biasa aku jadi lupa waktu klo udah baca buku. Yaudah ayo kita pulang.”

            “lho? Terus bukunya mana? Udah bayar?” Nessa yang melihat tangan Renna kosong tak memegang satu buku pun.

            “oh, itu… bukunya mahal! Jadi nggak ku beli deh!” jawab Renna polos “yaudah yuk!”

            Dasar manusia! Nggak tau malu! Udah nyuruh orang nunggu lama, ternyata nggak ada yang dibeli. Ngerjain gua aja! dengus Nessa dalam hatinya.

            Sesaat itu rintikan hujan kecil-kecil menetes dikepala Nessa dan Renna saat mereka baru membukan pintu toko buku, yang kemudian dilanjutkan dengan bukan rintikan hujan lagi melainkan sudah benar-benar hujan. 

            “yah ujan!! Sial! Omongan aku bener nih!” ucap Renna santai.

            “ya gara-gara lo ini! lama!” gerutu Nessa dalam bahasa Indonesia. Yang kemudian mengencang jaketnya, karena anging hujan mulai menusuk kulit-kulit.

    Umyy S. Chandranegara

    sedikit sinopsis dari novel yang saya buat sendiri. Comment dari kalian ditunggu :)

    Categories

    All
    Bab 1